Sabtu, 17 November 2018

SURGA TERSEMBUNYI DI DARATAN ALAHAN PANJANG

Puncak Lambah
Minggu, 28 April 2018 adalah hari kedua saya berada di negeri yang sangat indah ini. Yang berawal dari rencana kami ingin mengelilingi Danau Diateh berubah total menjadi perjalanan tracking ke sebuah bukit savana.

Awal cerita, pagi itu kami lagi-lagi terlambat bangun pagi. Mentari sekali lagi mendahului kami. Kami bangun sekitar pukul 6. Berburu dengan waktu kami, kami menganti baju dan cuma membasuh wajah, kami berpamitan dengan Bang Romi dan keluarga yang lainnya dan sebelumnya kami ditawari untuk makan dahulu. Ya kami menolaknya, tentu dengan halus. Kami tak ingin perjalanan ini merepotkan mereka.

Kami langsung melalukan perjalanan menggunakan motor dan jalan yang sudah diberi tahu Bang Romi. Tegur sapa selirih angin dan mentari yang serasa tersenyum kepada kami menemani perjalanan itu. Langit tampak biru dengan hiasan awan tipis seakan mengizinkan kami untuk menikmati pagi yang dingin itu.



Karena info jalan yang diberi Bang Romi bagi kami kurang jelas, kami hanya mengikuti rute menuju tepian danau. Beberapa kali tersesat tentunya. Dibeberapa saat kami sempat berhenti untuk berfoto, terlebih saya melihat sebuah pohon yang sepertinya sangat instagramable sekali. Kami berhenti disana dan mengambil beberapa foto.



Selanjutnya kami melanjutkan perjalanan. Nah, dari sini saya melihat ke suatu bukit savana yang tampak indah sekali. Sayang sekali kalo cuma dilihat dari bawah sini. Kami bertanya kepada penduduk sekitar, apakah bukit disana bisa kami daki? Ternyata bisa dan seorang paman menyuruh kami untuk memarkiran motor kami didepan rumahnya.

Dengan info yang beri, kami melakukan perjalanan dengan tracking. Ternyata sudah ada jalan setapak ya walaupun sudah mulai ditumbuhi ilalang yang lumayan tinggi. Kami mengikuti jalan setapak itu, dan beberapa kali kami ragu. Karena disana tampak sepi sekali dan ilalang yang tinggi membuat mental kami kadang melemah. Puncak Lambah ini juga sedikit orang yang tahu. Dengan modal keyakinan, kami terus berjalan mengikuti jalan setapak itu.


Setelah tracking sekitar waktu 20-30 menit kami sampai pada puncak bukit tersebut. Kami meletakan barang bawaan kami, duduk termenung melihat lukisan alam pagi ini. Paparan sinar mentari memperjelas birunya danau, hijaunya ladang penduduk dan dari jauh terlihat pemukiman penduduk yang dihiasi kabut tipis. Gunung Talang tampak sangat indah dari sini. Lelah kami terbayar, tak sia-sia rasanya melakukan perjalanan yang tak tentu arah ini.

Sehabis melepas penat, saya mengeluarkan kamera dari tas. Berikut hasil foto dan keseruan yang kami lakukan untuk menikmati sungguhkan pemandangan ini.








Saya melihat sebuah bukit, dimana kalau diperhatikan bukit itu membentuk sebuah teluk kecil mirip dengan pulau Labuan Bajo, Flores. Mungkin kalau kawan melihat foto saya tidak jelas miripnya, tapi cobalah kawan bermain ke Puncak Lambah. Anda akan merasakaan nya dan melihatnya secara jelas. Saya sarankan, bermainlah kesini dipagi hari.


Kiri foto oleh: @iw.wm , Kanan foto oleh saya
Banyak orang kadang menyamakan persepsinya tentang suatu tempat dengan tempat lain. Contoh kecilnya, diatas saya menyebutkan bahwa Puncak Lambah mirip dengan Labuan Bajo, Flores. Ayolah, kita tukar persepsi seperti itu, karena sebuah tempat mempunyai sebuah keunikannya tersendiri, mempunyai cerita yang berbeda disetiap perjalanannya, dan mempunyai kenangan tersendiri.

Mentari mulai naik, kami yang sudah lapar dan kehausan mulai turun dari bukit itu. Rasa senang, kenangan dan ketenangan itu kelak pasti akan saya datangi lagi.

Setelah kami turun dan mengambil motor, kami pergi menuju warung ditepi jalan kebun teh kemarin. Kami lagi-lagi memilih makan mie karena masalah pengeluaran hehe.

Cuaca yang elok dan perasaan lega sudah menemani perjalanan kami selama berada disini. Panorama alam yang dilukis-Nya seakan membius mata. Sungguh sebuah pengalaman perjalanan yang tak akan saya lupakan, walau terhitung dekat dari tempat tinggal saya, Bukittinggi. Tapi di Alahan Panjang, masih banyak sekali tempat indah yang belum terekspos dan mempunyai potensi wisata yang besar.

Siang hari sehabis zuhur, kami pamit dan berterima kasih karena sudah mau merepotkan Bang Romi dan Keluarga. Kami juga meminta izin kembali untuk menginap disini jikalau kami datang kembali. 

Kelak saya akan kembali datang kesini, tentu dengan cerita baru dan petualangan baru. Kembali memetik rindu di Puncak Lambah, melukis kenangan senja di Danau Diateh dan melepas penat dimalam penuh kesunyian di Alahan Panjang. 

Sabtu, 10 November 2018

ALAHAN PANJANG, PERJALANAN YANG SELALU MEMAKSAKU UNTUK KEMBALI

Alahan Panjang dari Kejauhan
Sebuah rindu kadang datang dengan cara yang tak diduga-duga. Ia bisa datang melalui perantara apa saja. Bisa jadi lewat hujan yang tiba-tiba mengguyur pagimu dan membawa rindu itu, atau dengan angin malam yang lembut membuai dan datang menyapamu, atau bisa juga melalui lamunan dan ingatan akan sebuah rindu, rindu bisa datang dari mana saja. 


Kali ini, rindu itu membawaku ke Kota Dingin tanpa salju, Alahan Panjang. Berlokasi di Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, Indonesia dan berjarak sekitar 65 km dari Kota Padang.

Perjalanan ini dimulai ketika saya bersama seorang kawan yang bernama Abdul (@dul__a) yang merasa jenuh atas aktifitas kami, dan kebetulan saya sewaktu itu baru saja menyelesaikan Ujian Nasional (UN) tingkat SLTA dan kawanku, Abdul yang waktu itu masih kelas 2 SMK yang mendapat jatah libur selama 2 hari dan berencana berada disana selama 2 hari 3 malam. Kami berangkat dari Bukittinggi pada hari jum'at, 27 April 2018 tepatnya sesudah salat jum'at. Untuk transportasi kami memakai motor. Setalah berpamitan dengan orang tua kami masing masing, kami memulai perjalanan dan tentunya dengan doa. Untuk perjalanan kesana kami memakai fitur Google Maps.

Perjalanan itu memakan waktu sekitar 3-4 jam dan tentunya membuat pantat kami makin tepos. Selama diperjalanan kami tentu saling bercerita dan bercanda, ya itung-itung karena Abdul memang kawan dekat saya sedari masih dibangku SMP dulu. Untung saja perjalanan kami berkawan dengan cuaca yang sangat elok walau sesekali memaksa kami untuk berhenti karna pantat yang makin terasa gatal oleh jok motor yang makin terasa keras. Saya ingat sekali sewaktu itu kami berhenti dan beristirahat di Tugu Ayam Arosuka, Kayu Aro. Saat itu saya melihat Abdul dengan wajah yang sangat lesu dan kelelahan. Wajar dia cuma duduk dan memangku tas yang cukup berat.

Cukup beristirahat dan mengumpulkan tenaga, kami melanjutkan perjalanan yang tertunda tadi karna waktu sudah hampir mendekati senja dan perjalanan menuju Alahan Panjang masih terhitung sekitar 1 jam lagi. Ketika sudah hampir memasuki kawasan Alahan Panjang, mata kami tak henti dimanjakan oleh pengunungan hijau, dan ladang kebun teh yang tersusun rapi dan disana kami mulai merasakan dinginnya Alahan Panjang.

Kami sampai disebuah pondok kecil milik kawan orangtua saya (saya menyebutnya Bang Romi) sekitar pukul 17.30. Setelah bersalaman dan bercerita sambil menunggu senja kami dibawa kerumah nya lumayan jauh dari pondok tersebut. Sesampai dirumah, saya dan Abdul disambut sangat baik oleh keluarga Bang Romi, kami langsung dijamu dengan makanan yang sudah dimasak. Wah sungguh beruntung sekali, diperjalanan kami merasa sangat lapar karna cuman memakan selirih angin, hehe. Disana, cuaca malamnya sungguh dingin sekali, kalau tidak salah mencapai suhu 16 derajat celcius.  Karena faktor kelelahan dan kami yang berteman dengan selimut tebal yang membawa kami terlelap lepas.

Kebuh Teh Danau Kembar, Alahan Panjang

Keesokan harinya, kami terlambat bangun. Dan mentari sudah mendahului kami, bergegas dan langsung pamitan dengan keluarga Bang Romi. Kami menuju kebuh teh. Waktu saat itu menunjukan pukul setengah 7 pagi dan sesampai disana hanya ada kami berdua. Sungguh, kebun teh serasa cuma milik kami berdua. Kami mengitari kebun untuk mencari spot foto instagramable, berikut hasil foto yang saya dapat: 


Kiri; Abdul, Kanan; Saya


Setelah puas mengitari kebun teh tersebut, kami pun mencari sarapan. Kebetulan di hadapan kami warung-warung sudah mulai buka, kalau tidak salah pukul hampir menunjukan jarum angka 9. Karna cuaca yang dingin, kami memilih untuk makan mie instan. Entah karna lapar atau entah karena kami merasa kedinginan, atau karena harganya yang cukup ramah? Ya mungkin alasan terakhir lebih logis. Mie instan buatan kakak (saya lupa menanyakan nama beliau) itu terasa enak sekali. Dengan harga yang ramah, dan lumayan juga menghangatkan badan kami.

Cukup bermain dikebun teh, kami berpamitan dengan kakak pemilik warung dan menuju ke pondok tempat Bang Romi bekerja. Sedikit cerita, Bang Romi bekerja dengan sebagai penjahit baju dagangan orang tua saya. Dahula ia pernah tinggal dirumah saya. Karena alasan keluarga, ia pindah ke kampung halamannya dan mulai menjahit disini.

Sesampai di pondok, kami langsung dijamu oleh Bang Romi. Beliau menanyakan, mau kemana selanjutnya. Kami sebetulnya belum menuntukan kemana siang hari ini. Yang kami rencanakan hanya menikmati senja di tepian Danau Diateh. Bang Romi menyarankan kami untuk menuju Bukit Cambai, yang katanya dari bukit itu kita bisa melihat 3 danau sekaligus yaitu Danau Diateh, Danau Dibawah dan Danau Talang. Tanpa pikir panjang kami langsung menyetujui ajakan tersebut dan Bang Romi juga bersedia menjadi guide kami.


Kami berangkat pukul 11 dengan mentari yang berdiri diatas kami. Diperjalanan menuju destinasi tersebut, mata kami dimanjakan oleh ladang-ladang penduduk yang cukup aesthetic. Kami memarkirkan motor disebuah pondok dengan bayaran Rp 5000 per motor. Setelah memarkirkan motor, kami melanjutkan perjalanan tracking dari gerbang masuk Bukit Cambai. Perjalanan menuju puncak sekitar 500 meter dan kemiringan mencapai 40 hingga 45 derajat yang cukup menguras tenaga kami terlebih paparan sinar mentari yang makin panas. 


 View: Danau Dibawah, Danau Talang dan Gunung Talang dari atas menara
Setelah tracking selama 25 menit, kami akhirnya sampai disebuah menara. Sontak kami terdiam melihat lukisan alam ini, 3 danau tampak jelas sekaligus. Berikut hasil foto yang berhasil saya abadikan:

Bang Romi, yang menemani perjalanan kami
Danau Dibawah
View: Danau Diateh
Sehabis puas berfoto, kami kembali pada pondok Bang Romi untuk mengisi perut sebelum saya dan Abdul berangkat menuju Villa Danau Kembar untuk menikmati senja. Kami mampir ke sebuah rumah makan dengan view Danau Diatas yang jelas sekali, indah dengan hiasan pohon cemara seperti Eropa (kata kebanyakan orang seperti itu). Kami tiba dirumah sekitar pukul 3 (kalau tidak salah). Lalu pada pukul 5.30 kami pamit kepada Bang Romi untuk pergi ke Villa tersebut. Beginilah penampakan senja hari di Alahan Panjang

Senja hari di Alahan Panjang
Menunggu senja
Untuk berfoto pada jembatan tersebut kami harus antri dahulu, dengan waktu yang sangat sempit  akhirnya kami dapat giliran untuk mengabadikan senja hari di Alahan Panjang. Sunggu langit benar benar indah kala itu, membakar mata siapa saja yang melihatnya. Rindu ini memaksa ku ingin kembali pada eloknya negeri itu.


Kami masih ingin berlama disana sampai matahari benar benar tenggelam pada arusnya, tetapi kami sedikit mencurigai gerak gerik orang sekitar yang terus memperhatikan kami. Bukannya kami suudzon, ya setidaknya kami harus jaga. Kami pulang dengan perasaan hangat walau tubuh diselimuti dingin yang menusuk.

Kami sampai pada pondok Bang Romi sekitar pukul 7 lewat. Kami melihat penduduk pada saat itu banyak yang menghidupkan api unggun disekitar jalan, saya tanya pada Bang Romi ternyata emang sudah kebiasaan disini hampir setiap malam penduduk melakukan kegiatan ini dan memakai sarung sebagai penghangat tubuh. Saya dan Abdul ikut bercerita dengan Bang Romi dan kawan kawannya, walau saya tidak mengerti tetapi kami harus berbaur juga.

Setelah bercerita dan bergelut tawa bersama, kami pulang ke rumah karena sudah hampir larut. Kami ternyata sudah ditunggui untuk makan, wah dengan perasaan tidak enak karena sudah ditunggui kami meminta maaf dan memakan hidangan yang sudah disediakan.

Bang Romi kembali bertanya kepada kami, "mau kemana esok hari?". Saya menjawab kami mau berkeliling Danau Diateh sambil menunggu siang untuk lanjut pulang kerumah kami. Bang Romi menunjukan jalan dan menyuruh kami untuk tidur supaya kami tidak kesiangan lagi seperti pagi tadi. Setelah itu kami tidur pulas dengan selimut tebal yang sudah dilapisi dengan sweater yang hangat, karena besok ada petualangan yang menanti.

Sekian dulu cerita saya tentang perjalanan kami selama berada di Alahan Panjang pada hari pertama. Selanjutnya akan saya lanjutkan bagaimana saya menemukan surga tersembunyi di Alahan Panjang, tempat yang belum terlalu di jamah oleh manusia.